Selasa, 15 September 2015


Peradaban Islam di Asia Tengah
OLEH@hanjawane99/balenrejo/bojonegoro_jatim

Setiap bangsa pastilah memiliki sejarah masa lalunya, beserta hasil beradaban pada masa itu. Sebagaimana dengan peradaban-peradaban di dunia, Bangsa Mongol pun memiliki kekayaan sejarah dan kebudayaan yang tidak ternilai sumbangannya terhadap peradaban dunia, pada umumnya dan Islam pada khususnya. Dalam khazanah pengetahuan sejarah, Bangsa Mongol mulai muncul pada akhir abad XII dan awal abad XIII.
Menurut Prof. Dr. Hj. Musyrifah Sunanto, Masa Mongol dalam sejarah kebudayaan Islam dimulai sejak jatuhnya Bagdad pada tahun 656 H/1258 M sampai masuknya tentara Usmani ke Mesir kemudian menguasai Afrika Utara, Jazirah Arab, Siria pada tahun 1517 M di bawah pimpinan sultan Salim.
Sejarah Kekaisaran Bangsa Mongol tidak terlepas dari peran dan pengaruh Jengis Khan. Oleh sebab itu Michael J. Hart menempatkannya pada urutan ke-21 dari 100 tokoh terkemuka. Ghengis Khan, juga dieja Genghis Khan, Jinghis Khan, Chinghiz Khan, Chinggis Khan, Changaiz Khan.
Nama asalnya Temüjin, juga dieja Temuchin atau TiemuZhen, (sek. 1162 – 18 Agustus 1227) adalah khan Mongol dan ketua militer yang menyatukan bangsa Mongolia dan kemudian mendirikan Kekaisaran Mongolia dengan menaklukkan sebagian besar wilayah di Asia, termasuk utaraTiongkok (Dinasti Jin), Xia BaratAsia TengahPersia, dan Mongolia. Dan selanjutnya keturunannya meluaskan penguasaan Mongolia menjadi kekaisaran terluas dalam sejarah manusia. Dia merupakan kakek Kubilai Khan, pemerintah Tiongkok bagi Dinasti Yuan di China.
1.      Perkembangan Islam di Asia Tengah Pra Kehancuran Abbasiyah
      1)      Masa al-Khulafa al-Rasyidin
Sebelum Khulafa al-Rasyidun, Nabi Muhammad telah menyebarkan selama 23 tahun; 10 tahun di Makkah dan 13 tahun di Madinah. Berkat kearifan dan kebijaksanaan beliau, Islam tersebar luas ke luar Arab bahkan sampai ke pelosok dunia. Keberhasilan ini karena Islam menggunakan prinsip al-Qur'an yaitu "tidak ada paksaan dalam agama". Disamping itu juga, sebelum Islam kota Makkah merupakan pusat pertemuan pedagang internasional dan penghubung empat jalur perdagangan antar bangsa yaitu dari Abysinia, Syam, Aden, dan dari Hira. Disamping berdagang, mereka menyebarkan dengan cara berasimilasi dengan penduduk setempat.
Perjuangan Nabi dilanjutkan oleh Abu Bakar. Dengan kebijaksanaannya, dalam kurun waktu dua tahun lebih Abu Bakar berhasil menyatukan kembali seluruh jazirah Arab dan diberi gelar Abu Bakar is the savior of Islam after propet Muhammad (sang penyelamat Islam pertama setelah Rasulullah wafat).
Tampuk kekhalifahan selanjutnya dipegang oleh Umar bin Khattab. Beliau menggunakan kekuatan militer untuk memperluas daerah kekuasaannya sehingga satu persatu pasukan Islam menguasai Suriah, Persia, Mesir dan juga menaklukkan daerah Asia Tengah seperti Mousul, Khurasan, wilayah utara Mesopotamia sampai Ispahan dan Sijistan.. Keberhasilan ini karena semangat yang dilontarkan oleh panglimanya bahwa "surga ada didepan mereka dan neraka ada dibelakang mereka".
Kekhalifahan selanjutnya beralih ke tangan Utsman bin Affan. Pada masa ini, peta Islam meluas sampai ke jantung Asia Tengah. Diantara kota-kota yang berhasil ditaklukkan adalah; Balakh, Turkistan, Herat, Kabul, Ghazni, Nishapur, Tush, dan Marv.
      2)      Masa Dinasti Umayyah di Damaskus
Tidak berbeda dengan khalifah sebelumnya bahwa pada masa Dinasti ini, ekpansi dan perluasan kekuasaan merupakan ciri dari Dinasti Umayyah. Pada masa khalifah Umar bin Abd al-Aziz (Umar II), khalifah yang tidak melakukan ekspansi. Kebijakan pemerintahan dipusatkan untuk membangun, mengislamkan negara dan rakyat serta membangun negara secara moril, berkeadilan dan penegakan hukum. Ini terbukti dengan digantinya beberapa pejabat pemerintahan yang telah melakukan KKN termasuk Yazid bin Muhallab. Umar bin Abd al-Aziz bisa dibilang satu-satunya khalifah Umayyah yang mampu meredam konflik antar golongan-sekte.
Kemajuan Umayyah diperoleh semasa kekhalifahan Abd. Malik bin Marwan. Kemudian puncak keemasan dicapai pada masa khalifah al-Walid bin Abd Malik. Kejayaan ini ketika Qutaybah sebagai gubernur di Khurasan. Periode ini merupakan periode kemenangan, kemakmuran dan kejayaan. Berkat prilaku yang baik dan terpuji dari seorang Qutaybah, berdirilah kantong-kantong muslim di Turki, Asia Tengah dan China, dan ia merupakan simbol penyelamat dan penyatu suku-suku yang bertikai.
Dinasti Umayyah diambang kehancuran ketika khalifah XIV tetap mempertahankan Sayyar untuk menjadi penguasa di Khurasan. Hal ini disebabkan kebijakannya yang diskriminatif yang secara tidak langsung menggoyahkan kedaulatan Umayyah. Kondisi ini dimanfaatkan oleh Abu Muslim dari golongan Abbasiah untuk menjatuhkan kekuasaan Sayyar di Khurasan.
      3)      Masa Dinasti Abbasiah
Nyaris tidak ada bedanya dengan Dinasti Umayyah, pada Dinasti Abbasiah pun terjadi pergolakan dalam urusan politik. Misalnya, terbunuhnya sang proklamator Dinasti Abbasiyah oleh Abu Ja'far al-Mansur. Ketika khalifah al-Ma'mun, ia berhasil menguasai musuh-musuh di Mesapotamia dan Khurasan dengan menugaskan Tahir bin Husain dalam pengamanan wilayah tersebut. Keberhasilan lain masa al-Ma'mun yaitu telah berhasil mengislamkan penguasa Kabul. Masa al-Ma'mun merupakan masa kejayaan ilmu pengetahuan dan asimilasi budaya timur dan barat dengan arab. Kepercayaan pemerintah pusat terhadap wilayah kekuasaannya (otonomi) terkadang menjadi bumerang bagi stabilitas politik. Instabilitas politik bukan hanya disebabkan oleh diskriminatif namun juga disebabkan oleh kecerobohan dan kelemahan pemerintah pusat. Setelah khalifah al-Ma'mun wafat sampai khalifah terahir Abbasiyah, telah berdiri Dinasti-dinasti yang merdeka yaitu; Dinasti Tahiriah.
Pendiri dinasti Tahiriah adalah panglima perang al-Ma'mun yaitu Tahir ibn Husain yang memainkan peranan penting saat saat terjadi perang saudara antara al-Amin dan al-Ma'mun. Setelah Tahir mendapatkan jaminan dari Menteri Ahmad bin Abu Khalid dan di angkat menhadi Gubernur di Khurasan dan mendirikan Dinasti di Khurasan dengan menggunakan namanya sendiri yaitu Dinasti Tahiriah. Dinasti lain yang berdiri adalah dinasti Saffariah yang beribu kota di Sizistan, dan berhasilkan mengalahkan dinasti Tahiriah. Dinasti ini didirikan oleh Yaqub Bin Laits, seorang pandai besi dan penjahat kakap yang diangkat sebagai panglima perang oleh utusan khalifah Abbasiah di Baghdad yang justru berbalik arah menggoyahkan stabilitas kekhalifahan di Baghdad.
Kemudian Dinasti Samaniah yang berasal dari saman, seorang pengikut agama Joraster di Balkh. Sebenarnya dinasti ini sudah ada disaat dinasti Tahiriah dan Saffariah berdiri. Dinasti ini juga mengalahkan dinasti saffariah dan akhirnya menjadi dinasti besar dan menguasai wilayah Sizistan, Karman, Hurzan, Tabaristan, Arab-Khurasan, Dan Transoxiana. Walau pun besar, dinasti Dinasti tetap mengakui khalifah di Baghdad untuk mendapakan legitimasi. Ilmu pengtahuan pada masa ini maju pesat dan menjadikan ibu kotanya yaitu Bukhara dan Samarkand sebagai pusat ilmu pengetahuan. Al-Razi, seorang ahli kedokteran muncul pada masa pangeran Abu Shaleh mansur bin Iskhak dan mengabdikan karya monumentalnya dengan judul al-mansuri.
Selanjutnya Dinasti Ghazni. Sejarah munculnya dinasti ini disaat budak-budak turki mendapat posisi strategis dalam pemerintahan Samaniah yang kurang mendapat perhatian dari pemerintah pusat. Kesempatan ini dimanfaatkan pindah ke Timur untuk menggalang kekuatan dan mendirikan dinasti sendiri, yaitu Dinasti Ghazni (sekarang Afghanistan yang merdeka). Penguasa yang terkenal adalah Sultan Mahmud Ghaznawi yang pernah menaklukkan India sebanyak 17 kali dan memperoleh kemenangan yang luar biasa. Gelar Sultan ia peroleh dari Dinasti Abbasiah semasa khlaifah Qadir Billah. Sebagian wilayah Asia Tengah dan Persia pernah ia kuasai, seperti Iraq, al-Ray dan Ispahan dari Dinasti Buwayhia. Dalam sejarah inilah pengaruh persia dihilangkan dari istana. Namun karena pengaruh lemahnya penguasa, dinasti ini akhirnya terbagi dalam beberapa wilayah kekuasaan yaitu di Timur telah berdiri kesultanan Ghuri yang akhirnya hilang dari peta Asia dan di Barat laut dikuasai oleh Dinasti Khan dan Persia oleh dinasti Saljuq.
Pada masa Abbasiah, muncul dinasti Saljuq. Dinasti ini merupakan kekuatan turki yang berada di daerah antara Kirghiztan dan Bukhara. Dibawah pimpinan Tughril Beg dinasti ini berhasil mengalakan kekuatan turki cabang lain yaitu dinasti Ghazni di Merv. Kekuasaan Dinasti Saljuq merambah sampai Hamadan, Tabaristan, Ray, Ispahan dan lain-lain. Keberhasilan lain yg telah dicapai dinasti Saljuq adalah berhasil membebaskan Khlaifah dari kepungan panglima perang Basasiri semasa sultan Baha al-Daulah dari Dinasti Buwayhia, sehingga Tughril diberi gelar Sultan al-Masyariq wa al-Magharib dan memerintah secara defacto, bahkan kekuasaannya lebih luas dibanding Khalifah Baghdad. Dinasti Buwayhia merupakan salah satu dinasti yang dicatat sejarah sebagai dinasti terburuk pada masa Abbasiah yaitu menyebut nama pendirinya (Ahmad Ibn Abu Shuza' yang bergelar Mu'iz al-Daulah) dalam khutbah jum'at, mencetak mata uang atas namanya, membunuh kedaulatan khalifah dengan cara mencukil matanya.
2.      Perkembangan Islam di Asia Tengah Pasca Abbasiyah
      a)      Asal usul Bangsa Mongol
Ada beberapa versi mengenai asal usul bangsa Mongol, dalam buku Ensiklopedi Islam disebutkan Mongol adalah sebuah bangsa yang berasal dari pedalaman Siberian yang datang dari arah utara menuju ke wilayah Mongolia. Mereka menamakan dirinya sendiri sebagai “putra srigala berbulu hijau” dan sebagai “rusa tak bertanduk”, dan kehidupan mereka ibarat kehidupan binatang.[1] Dalam versi lain dikatakan Bangsa Mongol berasal dari daerah pegunungan Mongolia yang membentang dari Asia Tengah sampai ke Siberia Utara, Tibet Selatan dan Manchuria Barat serta Turkistan Timur. Nenek moyang mereka bernama Alanja Khan, yang mempunyai dua putera kembar, Tatar dan Mongol. Kedua putera itu melahirkan dua suku bangsa besar, Mongol dan Tartar.[2]
Dalam rentang waktu yang sangat panjang, kehidupan bangsa Mongol tetap sederhana. Mereka mendirikan kemah-kemah dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, menggembala kambing dan hidup dari hasil buruan. Mereka juga hidup dari hasil perdagangan tradisional, yaitu mempertukarkan kulit binatang dengan binatang yang lain, baik di antara sesama mereka maupun dengan hangsa Turki dan China yang menjadi tetangga mereka. Sebagaimana umumnya bangsa nomad, orang-orang Mongol mempunyai watak yang kasar, suka berperang, dan berani menghadang maut dalam mencapai keinginannya. Akan tetapi, mereka sangat patuh kepada pemimpinnya. Mereka menganut agama Syamaniah (Syamanism), menyembah bintang-bintang, dan sujud kepada matahari yang sedang terbit.[3]
      b)     Kehancuran Baghdad, kemunculan Mongol
Ratusan ribu mayat tanpa kepala berserakan dan tumpang tindih memenuhi jalan-jalan, parit-parit dan lapangan-lapangan. Di sekitarnya bangunan-bangunan megah dan indah banyak yang tinggal puing-puing dan rerontokan. Asap masih mengepul dari bangunan-bangunan yang dibakar. Tentara dari pangkat rendah sampai tinggi sibuk memenggal kepala ribuan manusia dan kemudian memisahkan kepala yang terpisah dari tubuhnya itu menurut kelompok: kepala wanita, anak-anak, orang tua, dipisahkan satu dari yang lain. Sungai Dajlah atau Tigris berubah menjadi hitam disebabkan tinta ribuan manuskrip yang dilempar ke dalamnya. Perpustakaan, rumah sakit, mesjid, madrasah, tempat pemandian dan rumah para bangsawan, toko dan rumah makan –semuanya dihancurkan.
Demikianlah, kota yang selama beberapa abad menjadi pusat terbesar peradaban Islam itupun musnah dalam sekejap mata. Setelah puas, pasukan penakluk itupun bersiap-siap pergi tanpa penyesalan sedikitpun. Mereka kini hanya sibuk mengumpulkan barang-barang jarahan yang berharga: timbunan perhiasan yang tak ternilai harganya, berkilo-kilo batangan emas dan uang dinar, batu permata, intan berlian – semua dimasukkan ke dalam ratusan karung dan kemudian diangkut dalam iringan gerobak dan kereta yang sangat panjang.
Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri khilafah Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin Hulagu Khan tersebut.
Di antara catatan sejarah mengenai kebiadaban orang-orang Mongol ialah catatan sejarawan terkemuka Ibnu ‘Athir (w. 1231 M) dan ahli Geografi Yaqut al-Hamawi (w.1229 ). Menurut mereka, tokoh-tokoh muslim terkemuka, amir, panglima perang, tabib, ulama, budayawan, ilmuan, cendekiawan, ahli ekonomi dan politik, serta saudagar kaya – tewas dalam keadaan mengenaskan. Kepala mereka dipenggal, dipisahkan dari badan, karena khawatir ada yang masih hidup dan berpura-pura mati.
      c)      Latar Belakang Penyerbuan ke Wilayah Muslim
Pada tahun 1255, Hulagu dikirim oleh saudaranya Mongke, The Great Khan (1251-1258) untuk menaklukan wilayah yang dikuasai kaum muslimin di Timur Tengah, dan memerintahkan kepadanya agar tidak menghancurkan setiap daerah yang menyerah tetapi sebaliknya membumihanguskan setiap daerah yang memberikan perlawanan. Hulagu merencanakan akan menaklukkan wilayah muslim Lurs (di daerah Iran).
Ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi mengapa Hulagu sangat bernafsu menaklukkan wilayah muslim dan kejam setiap kali dia berhasil menguasainya, yaitu : Ibu Hulagu, istri dan sahabat dekatnya, Kitbuqa termasuk kristen fanatik yang memendam kebencian mendalam terhadap orang Islam. Juga para penasehatnya banyak yang berasal dari Persia yang memang berharap dapat membalas dendam atas kekalahan mereka satu abad sebelumnya ketika persia ditaklukan oleh pasukan muslim pada masa Khalifah Umar bin Khattab.
      d)     Kekaisaran Mongol Pasca Jengis khan dan Pengaruhnya dalam Perkembangan Islam
Pada tahun 1206, Chengis Khan (1162) yang merupakan putra dari Yesugey Ba'atur (Ishujayi/Isyugayi) dengan Helena Khatun. Nama kecilnya adalah Temucin (baja yang kuat), yang lahir di Daeyliun Buldagha, di tepi sungai Onon. Ayahnya merupakan pemimpin suku Mongol dan berhasil mengalahkan suku Tartar dibawah pimpinan Temujin Uji, maka anaknya dinamakan Temucin. Chengis terpilih sebagai pimpinan tertinggi Bangsa Mongol dengan gelar Alexander For Asia. Mongol awalnya didirikan oleh kakeknya yaitu Kabul Khan dari keluarga bangsawan dengan gelar Kakan. Chengis merupakan pemimpin militer tangguh, administrator dan seorang perancang yang sangat hati-hati dan menjalankan peraturan yang keras bagi anak buahnya. Ia juga seorang inovator militer terbesar sepanjang sejarah manusia. Ia merupakan pengikut kepercayaan animisme, penyembah Tengri.
Dalam kepemimpinannya, ia berusaha memperbaiki moral masyarakatnya dengan membuat undang-undang, yakni Ulang Yassa yang berfungsi untuk memberi landasan guna menghadapi tantangan dan memperluas wilayahnya. Ekpansi Chengis Khan sampai ke dataran China, Turkistan, sebagian India, Persia, Asia Minor dan Eropa Timur. Keturunan Chengis Khan dalam sejarah dunia Islam telah meninggalkan pengaruh yang sangat besar termasuk peradaban umat manusia. Kemenangan Chengis Khan dalam menumpas lawan-lawannya seperti bangsa Tartar, Jamuka tidak terlepas oleh bantuan Tugril, Wong Khan, dan penguasa Keen di China Utara.
Kekuasaan Chengis Khan dilanjutkan oleh ke empat putranya yaitu Jochi, Chaghtai, Oghtai (sebagai Khan Agung) dan Touly. Jochi berhasil menaklukkan lembah Sungai Volgha dan Siberia yang dipimpin oleh putranya yaitu Batu dan merintis Dinasti Kipcak atau Golden Horde yang berkembang pesat. Dinasti ini berhasil menaklukkan Rusia, Polandia dan sekitarnya. Golden Horde berlangsung cukup lama dan mencapai puncak kejayaannya pada masa kepemimpinan Berke, Tokhtamis, dan Uzbeg Khan. Dinasti ini bertahan sampai tahun 1502 dan runtuh akibat kekalahan dari Rusia.
Sedangkan Chaghtai menyerbu Asia Tengah sehingga dikenal dengan Dinasti Chaghtai. Namun dalam perkembangan selanjutnya, Dinasti ini mengalami kemunduran yang disebabkan oleh pergantian kekuasaan. Akhirnya, kekuasaan ini diambil alih oleh Timur Lang (keturunan Chengis dari garis ibu dan keturunan Turki dari garis ayah) yang merupakan pemimpin sejati, kekuasaannya dikenal dengan nama Timuriah.
Putra bungsu Chengis yaitu Touly adalah pemimpin besar. Putranya yang bernama Hulagu Khan mendirikan Dinasti Ilkhan yang turun temurun dipimpin oleh Hulagu, Abagha, dan Tagudar setelah Tagudar masuk Islam, ia berganti nama Ahmad. Selanjutnya pada penguasa Ilkhan VII (Ghazan Khan), peradaban Islam mencapai puncak kejayaannya dan merupakan era keemasan setelah runtuhnya Baghdad.
·         DINASTI CHAGHTAI (1227-1369 M).
Dinasti Chaghatai terdiri dari wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Chaghatai Khan (ejaan alternative : Chagata, Chagta, Djagatai, Jagatai).[4] Chaghatai (w. 1242) merupakan anak ke-2 dari Jengis Khan yang diberi wilayah kekaisan Mongol yang membentang dari sungai Illi (sekarang bagian timur Kazakhstan) dan Kashgaria (sebelah barat Tarim Basin) sampai Transoxiana (Uzbekisthan dan Turkmenistan). Setelah ayahnya meninggal, ia mewarisi lebih dari apa yang sekarang disebut lima Negara Asia Tengah dan Iran Utara. Chaghtai sangat taat kepada UUD Mongol dan membenci dengan aturan Islam dan membenci Umat Islam.
Tetapi walau pun demikian, dalam pemerintahannya ia mempunyai seorang menteri muslim yang bernama Qutub al Din Habs, yang dikemudian hari mempunyai peranan dalam perkembangan Islam di wilayah ini. Menurut Bosworth, daerah kekuasaan dinasti Chagatai membentang ke timur dari Transoxania sampai Turkistan Timur atau Turkistan China.Cabang barat keturunan Chagatai di Transoxania segera masuk dalam lingkungan pengaruh Islam, namun ditumbangkan oleh Timur, Cabang timur di Semirechye dan Illi serta T’ien Syan di Tarim, lebih tahan terhadap Islam. Namun, keturunan Chagatai di Timur pada akhirnya membantu menyebarkan Islam di Turkistan China, dan mereka bertahan sampai abad XVII M. Atas nama Chagtai, dinasti yang berkembang dan dikendalikan oleh keturunannya, disebut Dinasti Chaghtai yang hampir 150 tahun (1227-1369 M) berkuasa di Tsansoxiana sebagai basis daerah politik mereka. Dinasti-dinasti Chagtai setelah meninggalnya Chaghtai secara turun temurun menurut M. Abdul Karim adalah sebagai berikut :
1.      Kara Hulegu (1241-1248).
2.      Ishu Mongguki (1248-1251).
3.      Kara Hulegu (1251).
4.      Orghana (Janda Kara) (1251-1266).
5.      Mubarak Syah (1266).
6.      Buraq Khan (1266-1271).
7.      Nik Pay (1271).
8.      Buka Timur (1282).
9.      Dua Khan (1307)
10.  Ishen Bukay (1309-1318).
11.  Khan kabag (1318-1326).
12.  Therma Shirrin (1326-1334).
13.  Sebanyak 17 orang Chaghatai berkuasa (1334-1369).
14.  Tura (1364), boneka Timur Leng.
15.  Timur Leng
Tamerlane (1336 – 14 Februari 1405) (Bahasa Turki Chagatai: Tēmōr, "besi"), juga dikenal sebagai Temur, Timur Lenk, Taimur, atau Timuri Leng, yang artinya Timur si Pincang, karena kaki kirinya yang pincang sejak lahir adalah seorang penakluk dan penguasa keturunan Turki-Mongol dari wilayah Asia Tengah, yang terkenal pada abad ke-14, terutama di Rusia selatan dan Persia Timur.[5] Monumen Timur Lenk di Samarkand, Uzbekistan. Di bawah bimbingan yang baik, Timur ketika berusia dua puluh tahun bukan saja mahir dalam kegiatan-kegiatan luar ruangan, tetapi juga mempunyai reputasi sebagai pembaca Al-Qur’an yang tekun.[6]
     a.      Serangan-Serangan Timur Lenk
Timur Lenk merupakan keturunan Mongol yang sudah masuk Islam, dimana sisa-sisa kebiadaban dan kekejaman masih melekat kuat. Dia berhasil menaklukkan Tughluk Temur dan Ilyas Khoja, dan kemudian dia juga melawan Amir Hussain (iparnya sendiri). Dan dia memproklamirkan dirinya sebagai penguasa tunggal di Transoxiana, pelanjut Jagati dan Turunan Jengis Khan. Timur Lenk adalah seorang yang sangat ambisius, merasa dirinya sangat kuat dan ingin menguasai seluruh dunia seperti Chengis Khan dan Alexander Agung. Ia pernah berkata, ”Penguasa Tunggal di angkasa adalah Allah dan bumi pun hanya ada seorang penguasa tunggal, dan dia adalah saya, Timur Lenk”.[7]
Setelah lebih dari satu abad umat Islam menderita dan berusaha bangkit dari kehancuran akibat serangan bangsa Mongol di bawah Hulagu Khan, malapetaka yang tidak kurang dahsyatnya datang kembali, yaitu serangan yang juga dari keturunan bangsa Mongol. Berbeda dari Hulagu Khan dan keturunannya pada dinasti Ilkhan, penyerang kali ini sudah masuk Islam, tetapi sisa-sisa kebiadaban dan kekejaman masih melekat kuat. Serangan itu dipimpin oleh Timur Lenk, yang berarti Timur si Pincang.[8] Sejak usia masih sangat muda, keberanian dan keperkasaannya yang luar biasa sudah terlihat. Ia sering diberi tugas untuk menjinakkan kuda-kuda binal yang sulit ditunggangi dan memburu binatang-binatang liar. Sewaktu berumur 12 tahun, ia sudah terlibat dalam banyak peperangan dan menunjukkan kehebatan dan keberanian yang mengangkat dan mengharumkan namanya di kalangan bangsanya. Akan tetapi, baru setelah ayahnya meninggal, sejarah keperkasaannya bermula setelah Jagatai wafat, masing-masing Amir melepaskan diri dari pemerintahan pusat. Timur Lenk mengabdikan diri pada Gubernur Transoxiana, Amir Qazaghan Ketika Qazaghan meninggal dunia, datang serbuan dari Tughluq Temur Khan, pemimpin Moghulistan, yang menjarah dan menduduki Transoxiana. Timur Lenk bangkit memimpin perlawanan untuk membela nasib kaumnya yang tertindas. Tughluq Temur setelah melihat keberanian dan kehebatan Timur, menawarkan kepadanya jabatan gubernur di negeri kelahirannya. Tawaran itu diterima. Akan tetapi, setahun setelah Timur Lenk diangkat menjadi gubernur, tahun 1361 M, Tughluq Temur mengangkat puteranya, Ilyas Khoja menjadi gubernur Samarkand dan Timur Lenk menjadi wazirya. Tentu saja Timur Lenk menjadi berang. Ia segera bergabung dengan cucu Qazaghan, Amir Husain, mengangkat senjata memberontak terhadap Tughluq Temur.[9]
Setelah Jata dan Khawarizm dapat ditaklukkan, kekuasaannya mulai kokoh. Ketika itulah Timur Lenk mulai menyusun rencana untuk mewujudkan ambisinya menjadi penguasa besar, dan berusaha menaklukkan daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh Jengis Khan. Ia Berkata “Sebagaimana ada satu Tuhan di dalam ala mini, maka bumi ini harusnya ada seseorang raja”.[10] Pada tahun 1381 M ia menyerang dan berhasil menaklukkan Khurasan. Setelah itu serbuan ditujukan ke arah Herat. Di sini ia juga keluar sebagai pemenang. Ia tidak berhenti sampai di situ, tetapi terus melakukan serangan ke negeri-negeri lain dan berhasil menduduki negeri-negeri di Afghanistan, Persia, Fars dan Kurdistan. Di setiap negeri yang ditaklukkannya, ia membantai penduduk yang melakukan perlawanan. Di Sabzawar, Afghanistan, bahkan ia membangun menara, disusun dari 2000 mayat manusia yang dibalut dengan batu dan tanah liat. Di Ispaha, ia membantai lebih kurang 70.000 penduduk. Kepala-kepala dari mayat-mayat itu dipisahkan dari tubuhnya dan disusun menjadi menara. Dari sana ia melanjutkan ekspansinya ke Irak, Syria dan Anatolia (Turki). Tahun 1393 Mia menghancurkan dinasti Muzhaffari di Fars dan membantai amir-amirnya yang masih hidup. Pada tahun itu pula Baghdad dijarahnya, dan setahun kemudian ia berhasil menduduki Mesopotamia. Penguasa Baghdad itu, Sultan Ahmad Jalair, melarikan diri ke Syria. Ia kemudian menjadi Vassal dari Sultan Mesir, Al-Malik al-Zahir Barquq. Penguasa dinasti Mamalik yang berpusat di Mesir ini adalah satu-satunya raja yang tidak mau dan tidak berhasil ditundukkannya. Utusan-utusan Timur Lenk yang dikirim ke Mesir untuk perjanjian damai, sebagian dibunuh dan sebagian lagi diperhinakan, kemudian disuruh pulang ke Timur Lenk. Mesir, sebagaimana pada masa serangan-serangan Hulagu Khan, kembali selamat dari serang bangsa Mongol. Karena Sultan Barquq tidak mau mengekstradisi Ahmad Jalair yang berada dalam perlindungannya, Timur Lenk kemudian melancarkan invasi ke Asia Kecil menjarah kota-kota, Takrit, Mardin dan Amid. Di Takrit, kota kelahiran Salahuddin al-Ayyubi, ia membangun sebuah piramida dari tengkorak kepala korban-korbannya.[11]
Pada tahun 1401 M ia memasuki daerah Syria bagian utara. Tiga hari lamanya Aleppo dihancurleburkan. Kepala dari 20.000 penduduk dibuat piramida setinggi 10 hasta dan kelilingnya 20 hasta dengan wajah mayat menghadap keluar.[12] Banyak bangunan seperti sekolah dan masjid yang berasal dari zaman Nuruddin Zanggi dan Ayyubi dihancurkan. Hamah, Horns dan Ba'labak berturut-turut jatuh ketangannya. Pasukan Sultan Faraj dari Kerajaan Mamalik dapat dikalahkannya dalam suatu pertempuran dahsyat sehingga Damaskus jatuh ke tangan pasukan Timur lenk pada tahun 1401 M. Akibat peperangan itu masjid Umayyah yang bersejarah rusak berat tinggal dinding-dindingnya saja yang masih tegak.[13] Dari Damaskus para seniman ulung dan pekerja atau tukang yang ahli dibawanya ke Samarkand. Ia memerintahkan ulama yang menyertainya untuk mengeluarkan fatwa membenarkan tindakan-tindakannya itu. Setelah itu serangan dilanjutkan ke Baghdad.
Ketika Baghdad berhasil ditaklukkan, ia melakukan pembantaian besar-besaran terhadap 20.000 penduduk sebagai pembalasan atas pembunuhan terhadap banyak tentaranya sewaktu mengepung kota itu. Di sini, seperti kebiasaannya, ia kemudian mendirikan 120 buah piramida dari kepala mayat-mayat sebagai tanda kemenangan.
Kerajaan Usmani, oleh Timur Lenk dipandang sebagai tantangan terbesar, karena kerajaan ini menguasai banyak daerah bekas imperium Jengis Khan dan Hulagu Khan. Bahkan, Sultan Bayazid, penguasa tertinggi kerajaan ini sebelumnya berhasil meluaskan daerah kekuasaannya ke daerah-daerah yang sudah ditaklukkan oleh Timur Lenk. Karena itu Timur Lenk sangat berambisi mengalahkan kerajaan ini. Ia mengerahkan bala tentaranya untuk memerangi tentara Bayazid I. Di Sivas terjadi peperangan hebat antara kedua pasukan itu. Timur Lenk keluar sebagai pemenang dan putera Bayazid I, Erthugrul, terbunuh dalam pertempuran tersebut. Pada tahun 1402 M terjadi peperangan yang menentukan di Ankara. Tentara Usmani kembali menderita kekalahan, sementara Sultan Bayazid sendiri tertawan ketika hendak melarikan diri. Bayazid akhirnya meninggal dalam tawanan. Timur Lenk melanjutkan serangannya ke Broessa, ibu kota lama Turki, dan Syria. Setelah itu ia kembali ke Samarkand untuk merencanakan invasi ke Cina. Namun, di tengah perjalanan, tepatnya di Otrar, ia menderita sakit yang membawa kepada kematiannya. Ia meninggal tahun 1406 M, dalam usia 71 tahun. Jenazahnya dibawa ke Samarkand untuk dimakamkan dengan upacara kebesaran.
Setelah Timur Lenk meninggal, dua orang anaknya, Muhammad Jehanekir dan Khalil, berperang memperebutkan kekuasaan. Khalil (1404-1405 M) keluar sebagai pemenang. Akan tetapi, ia hidup berfoya-foya menghabiskan kekayaan yang ditinggalkan ayahnya. Karena itu saudaranya yang lain, Syah Rukh (1405-1447 M), merebut kekuasaan dari tangannya. Syah Rukh berusaha mengembalikan wibawa kerajaan. Ia seorang raja yang adil dan lemah lembut. Setelah wafat, ia diganti oleh anaknya Ulugh Bey (1447-1449 M), seorang raja yang alim dan sarjana ilmu pasti. Namun, masa kekuasaannya tidak lama. Dua tahun setelah berkuasa ia dibunuh oleh anaknya yang haus kekuasaan, Abdal-Latif (1449- 1450 M). Raja besar dinasti Timuriyah yang terakhir adalah Abu Sa'id (1452-1469 M). Pada masa inilah kerajaan mulai terpecah belah. Wilayah kerajaan yang luas itu diperebutkan oleh dua suku Turki yang baru muncul ke permukaan, Kara Koyunlu (domba hitam) dan Ak Koyunlu (domba putih). Abu Sa'id sendiri terbunuh ketika bertempur melawan Uzun Hasan, penguasa Ak Kdyunlu.[14]


·         DINASTI GOLDEN HORDĒ (1256-1391)
Pada masa Oghtai, terjadi penaklukan (1236-1237) besar-besaran terhadap lembah Sungai Vulgha dan Siberia. Di bawah kepemimpinan Batu, warga nomad Mongol dan Turki menaklukkan beberapa daerah di bagian utara laut Aral dan Caspia dan mendirikan ibukota mereka di sungai Volga. Dalam penyerbuan yang paling besar dalam sejarah dunia, The Golden Horde juga menaklukkan Rusia, Ukraina, Polandia Selatan, Hungaria dan Bulgaria dan membentuk sebuah imperium yang mengembangkan wilayahnya ke arah utara sampai wilayah hutan Rusia, kea rah selatan sampai ke laut Hitam dan Caucasus. Moskow merupakan wilayah kekuasaan boneka yang utama bagi rezim Golden Horde; sedang beberapa penguasa Rusia lainnya bertanggung jawab kepada Moskow untuk pembayaran pajak.
Bangsa Turki dan Mongol yang tengah mengadakan penaklukan tersebut segera mendapatkan sebuah identitas sejarah yang baru. Melalui pergaulan dengan warga taklukan, mereka terlibat dalam percakapan bahasa Turki “Tartar” dan akhirnya mereka memeluk agama Islam. Di antara pemimpin Mongol pertama yang memeluk Islam ialah Barkha Khan (1256-1267), cucu Jengis Khan dari putranya Juchi Khan, yang menguasai Eropa timur dan tengah dan berkedudukan di Sarai, lembah Wolga. Dia dan para pengikutnya memeluk Islam pada tahun 1260 berkat dakwah para ulama sufi yang berada di daerah tersebut. Pada tahun itu juga Barkha mengirim ribuan tentaranya untuk membantu sultan Baybars di Mesir yang sedang menghadapi serangan Hulagu Khan dan tentara Salib. Dalam pertempuran di Ain Jalut pasukan Hulagu dapat dihancurkan. Sejak itu agama Islam berkembang pesat di lembah Wolga dan orang-orang Mongol yang bermukim di wilayah itu menyebut diri sebagai orang Kozak (Kystchak). Menurut Ibnu Katsir, Barkha Khan meninggal pada tahun 665 H dan digantikan oleh salah seorang dari keluarganya yang bernama Mankutmar Bin Tughan Bin Babu bin Tuli bin Jenghis khan.
Di bawah ini adalah rangkaian Dinasti Golden Horde :
1.      Batu (1237-1256), pendiri.
2.      Berke (1256-1267).
3.      Mongke Timur (1267-1280).
4.      Tuda Mongke (1280-1287).
5.      Tula Bugha (1287-1290).
6.      Turcht (1290-1313).
7.      Uzbeg Khan (1313-1340).
8.      Jani Beg (1340-1357).
9.      Birdi Beg (1357-1359).
10.  Tokhtamis (1359-1404).
11.  Idhikhu Khan (1404-1419).
Menjelang hancurnya Golden Horde, berdirilah beberapa dinasti Tatar yang merdeka di antaranya :
1.      Dinasti Khazan (1437-1557), pendirinya Ulugh Muhammad Khan.
2.      Austrakhan (1466-1556), pendirinya Qasim Khan anak Uluhg Muhammad Khan.
3.      Cremia (1420-1783), pendirinya Tash-Timur dan Ghazi Girai.
·         DINASTI ILKHAN (1256 – 1335 M)
Baghdad dan daerah-daerah yang ditaklukkan Hulagu selanjutnya diperintah oleh dinasti Ilkhan. Ilkhan adalah gelar yang diberikan kepada Hulagu. Daerah yang dikuasai dinasti ini adalah daerah yang terletak antara Asia Kecil di barat dan India di timur, dengan ibukotanya Tabriz.[15] Umat Islam, dengan demikian dipimpin oleh Hulagu Khan, seorang raja yang beragama Syamanism. Hulagu meninggal tahun 1265 M dan diganti oleh anaknya, Abaga ( 1265-1282 M) yang masuk Kristen, berkat bujukan ibunya Dokuz Khatun. Dalam istanya banyak pendeta Kristen tinggal, diantaranya sebagai penasehat politik. Pada tahun 1274, Abagha mengirim utusan khusus menghadiri Konsili Lyon. Dia sering berkirim-kiriman surat dengan Raja Louis (1266-1270) dari Prancis dan raja Charles I (1268-1285 ) dari Sicilia.
Baru rajanya yang ketiga, Ahmad Teguder ( 1282-1284M), yang masuk Islam. Karena masuk Islam, Ahmad Teguder ditantang oleh pembesar- pembesar kerajaan yang lain. Akhimya, ia ditangkap dan dibunuh oleh Arghun yang kemudian menggantikannya menjadi raja (1284-1291 M). Raja dinasti Ilkhan yang keempat ini sangat kejam terhadap umat Islam. Banyak di antara mereka yang dibunuh dan diusir.[16]
Pengganti Arghun, yaitu Baidu Khan (1293-1295) berbuat serupa. Namun justru pada masa pemerintahan Baidu inilah terjadi peristiwa paling bersejarah. Putranya yang menggantikan dia, Ghazan Khan (1295-1302), walaupun sejak kecil dididik sebagai penganut Budhis yang fanatik, ketika naik tahta menyatakan memeluk Islam.
Peristiwa tersebut merupakan kemenangan besar Islam. Ghazan lahir pada tanggal 4 Desember 1271 M. Usianya ketika naik tahta belum genap berusia 24 tahun. Pada umur 10 tahun dia diangkat menjadi gubernur Khurasan. Pendamping dan penasehatnya ialah Amir Nawruz, putra Arghhun Agha yang telah memerintah selama 39 tahun di beberapa provinsi Persia di bawah pengawasan langsung Jengis Khan dan penggantinya. Amir Nawruz merupakan pembesar Mongol awal yang memeluk agama Islam secara diam-diam. Atas usaha dialah Ghazan Khan memeluk agama Islam. Ajakan memeluk Islam itu berawal ketika Ghazan sedang berjuang merebut tahta kerajaan dari saingan utamanya, Baidu. Amir Nawruz berkata, “Tuanku ! Berjanjilah, apabila kelak Allah menganugerahkan kemenangan kepada Tuan, sebagai ucapan syukur Anda mesti memeluk agama Islam !” Atas petunjuk dan nasihat Amir Nawruz itulah Ghazan Khan berhasil mengalahkan Baidu dan naik tahta pada tanggal 19 Juni 1295 (4 Sya’ban 644 H). Janjinya untuk memeluk Islam dipenuhi hari itu juga. Bersama 10.000 orang Mongol lain, termasuk sejumlah pembesar dan jenderal dia mengucapkan dua kalimah syahadat di hadapan Syekh Sadruddin Ibrahim, putra tabib terkemuka al-Hamawi. Setelah empat bulan memerintah, Sultan Ghazan memerintahkan tentaranya menghancurkan kuil Budha, gereja dan sinagor di seluruh kota Tabriz. D atasnya kemudian dibangun kembali masjid dan madrasah, sebab di tempat yang sama itulah dahulu Hulagu menghancurkan puluhan madrasah dan masjid yang megah. Dengan berbuat demikian dia telah menebus dosa leluhurnya kepada kaum muslimin.
Sultan Ghazan wafat pada tanggal 17 Mei 1304 dalam usia 32 tahun disebabkan konspirasi politik yang bertujuan mengangkat Alafrank, putra saudara sepupunya Gaykhatu, sebagai raja Mongol beragama Budha. Kematiannya ditangisi di seluruh Persia. Dia bukan hanya seorang negarawan muda yang bijak dan taat beribadah, tetapi juga pel indung i lmu dan sastra. Dia menyukai seni, khususnya arsitektur, karejinan dan ilmu alam. Dia mempelajari astronomi, kimia, mineralogy, metalurgi, dan botani. Dia menguasai bahasa Persia, Arab, Cina Mandarin, Tibet, Hindi dan Latin. Penggantinya, Uljaytu Khudabanda (1304-1316), meneruskan kebijakannya. Tetapi raja Mongol yang paling saleh ialah Abu Sa’id (1317-1334 M), pengganti Uljaytu. Di bawah pemerintahan Abu Sa’id ini lah orang Mongol Persia menjadi pembela gigih Islam serta pelindung utama kebudayaan Islam.
Namun, pada masa pemerintahan Abu Sa'id ( 1317-1334 M), pengganti Muhammad Khudabanda, terjadi bencana kelaparan yang sangat menyedihkan dan angin topan dengan hujan es yang mendatangkan malapetaka. Kerajaan Ilkhan yang didirikan Hulagu Khan ini terpecah belah sepeninggal Abu Sa'id. Masing-masing pecahan saling memerangi. Akhirnya, mereka semua ditaklukkan oleh Timur Lenk.
KESIMPULAN
Perkembangan Islam di Asia Tengah sudah berlangsung sejak masa khuafarasydin, yang melakukan ekspansi-ekspansi ke wilayah bagian Asia Tengah, yang dilanjutkan pada masa Dinasti Umayyah dan juga pada masa Dinasti Abbasiyah yang mengadakan hubungan jalinan kepada salah satu bangsa yang memiliki peradaban yang tinggi pada waktu itu di bagiang Asia Tengah.
Sebenarnya serangan terhadap Baghdad tidak pernah terpikirkan oleh Mangu, sebab disamping tentara Abbasiyah masih dianggap kuat dan berbahaya, beberapa ulama’ yang menjadi penasehat penguasa Mongol dapat meyakinkan bahaya serangan tersebut. Penyerbuan ke Baghdad terjadi setelah Mangu memerintahkan Hulagu membasmi istana benteng Alamut dan wilayah yang dikuasai orang-orang Hassasin, yaitu cabang dari sekte Isma’iliyah. Orang-orang Hassasin sangat berbahaya karena sering merampok dan membunuh para saudagar, termasuk saudagar Mongol.
Ketika mendapat perintah saudaranya itu Jenderal Hulagu juga mendapat pesan khus dari istrinya Dokuz Khatun yang beragama Kristen. Dakus Khatun mempunyai hubungan dengan pemimpin pasukan perang salib yang sedang berperang dengan tentara Islam merebut Yerussalem pada waktu itu, dan berkonspirasi dengan misionaris Kristen untuk menghancurkan kaum muslim. Dia meminta kepada suaminya agar setelah menghancurkan benteng Alamut, segera menaklukkan Iran dan Iraq. Demikianlah sebelum menaklukkan dan membasmi pengikut Hassasin di Allamut. Kemudian dari Transoxania berangkat mengepung Baghdad dengan ribuan tentaranya pada bulan Safar 656 H. membuat pasukan kalah telak dan panglima al-daudar sendiri dari kalangan muslimin kepalanya terpisah dengan badannya. Sedangkan sisa pasukannya menyelamatkan diri ke balik tembok ibukota yang kukuh dan sebagian lagi melarikan diri ke Syiria.
Peradaban yang berkembang di Mongol pasca Runtuhnya Abbasiyah, diantaranya timbulya dinasti-dinasti yang sangat memberikan pengaruh kuat terhadap perkembangan islam diantaranya, Dinasti Chagtai, Dinasti Golden Horde dan Dinasti Ilkhan.
DAFTAR PUSTAKA
ü  Abdul Karim, M. 2006. Islam di Asia Tengah; Sejarah Dinasti Mongol Islam. Jogyakarta : Bagaskara.
ü  Hitti, Fhili K 1947. History of the Arabs, London:Macmillan Student Editions.
ü  Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam, Rajawali Press, Jakarta, 2002.


[1] Ensiklopedi Islam (PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1999), hlm 272.

[3] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2002), hlm. 112
[4] http.//wiki.pwdia.com
[5] www.itihaas.com/medieval/
[6] www.wikipedia.com
[7] Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007), hal. 289.
[8] Ibid. Badri Yatim, Hlm. 118
[9] Ibid., hlm. 119
[10] M.Farid Wajdi, dalam Badri Yatim, hlm. 119
[11] Philip K. Hitti, History of the Arabs, (London:Macmillan Student Editions,1947), hlm. 699-670. Dalam Badri Yatim., hlm. 120
[12] Ibid., hlm. 701
[13] Ibid.
[14] Hamka, dalam Badri Yatim, Ibid, hlm. 123.
[15] Ibid., Badri Yatim, hlm. 115
[16] Ibid., hlm. 117.

Paringono payung marang wong kang kudanan/bumi jowo.blogspot.com
tetep  jujur  iling lan waspodo  /zaman akhir iki wis kasunyatan ...

MATURSUWUN SAMPUN MAMPIR..........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar