OLEH@hanjawane99/balenrejo/bojonegoro_jatim
Setiap bangsa pastilah
memiliki sejarah masa lalunya, beserta hasil beradaban pada masa itu.
Sebagaimana dengan peradaban-peradaban di dunia, Bangsa Mongol pun memiliki
kekayaan sejarah dan kebudayaan yang tidak ternilai sumbangannya terhadap
peradaban dunia, pada umumnya dan Islam pada khususnya.
Dalam khazanah pengetahuan sejarah, Bangsa Mongol mulai muncul pada akhir abad
XII dan awal abad XIII.
Menurut Prof. Dr. Hj.
Musyrifah Sunanto, Masa Mongol dalam sejarah kebudayaan Islam dimulai sejak
jatuhnya Bagdad pada tahun 656 H/1258 M sampai masuknya tentara Usmani ke Mesir
kemudian menguasai Afrika Utara, Jazirah Arab, Siria pada tahun 1517 M di bawah
pimpinan sultan Salim.
Sejarah Kekaisaran
Bangsa Mongol tidak terlepas dari peran dan pengaruh Jengis Khan. Oleh sebab
itu Michael J. Hart menempatkannya pada urutan ke-21 dari 100 tokoh terkemuka. Ghengis Khan, juga
dieja Genghis Khan, Jinghis Khan, Chinghiz Khan, Chinggis Khan, Changaiz Khan.
Nama asalnya Temüjin, juga dieja Temuchin atau TiemuZhen, (sek. 1162 – 18 Agustus 1227) adalah khan Mongol dan ketua militer yang menyatukan bangsa Mongolia dan kemudian mendirikan Kekaisaran
Mongolia dengan menaklukkan sebagian besar wilayah
di Asia, termasuk utaraTiongkok (Dinasti Jin), Xia Barat, Asia Tengah, Persia, dan Mongolia. Dan selanjutnya keturunannya meluaskan penguasaan Mongolia menjadi
kekaisaran terluas dalam sejarah manusia. Dia merupakan kakek Kubilai Khan, pemerintah Tiongkok bagi Dinasti Yuan di China.
1. Perkembangan Islam di Asia Tengah Pra Kehancuran
Abbasiyah
1) Masa al-Khulafa al-Rasyidin
Sebelum
Khulafa al-Rasyidun, Nabi Muhammad telah menyebarkan selama 23 tahun; 10 tahun
di Makkah dan 13 tahun di Madinah. Berkat kearifan dan kebijaksanaan beliau, Islam
tersebar luas ke luar Arab bahkan sampai ke pelosok dunia. Keberhasilan ini
karena Islam menggunakan prinsip al-Qur'an yaitu "tidak ada paksaan dalam
agama". Disamping itu juga, sebelum Islam kota Makkah merupakan pusat
pertemuan pedagang internasional dan penghubung empat jalur perdagangan antar
bangsa yaitu dari Abysinia, Syam, Aden, dan dari Hira. Disamping berdagang, mereka menyebarkan dengan cara
berasimilasi dengan penduduk setempat.
Perjuangan
Nabi dilanjutkan oleh Abu Bakar. Dengan kebijaksanaannya, dalam kurun waktu dua
tahun lebih Abu Bakar berhasil menyatukan kembali seluruh jazirah Arab dan
diberi gelar Abu Bakar is the savior of Islam after propet Muhammad (sang
penyelamat Islam pertama setelah Rasulullah wafat).
Tampuk
kekhalifahan selanjutnya dipegang oleh Umar bin Khattab. Beliau menggunakan
kekuatan militer untuk memperluas daerah kekuasaannya sehingga satu persatu
pasukan Islam menguasai Suriah, Persia, Mesir dan juga menaklukkan daerah Asia
Tengah seperti Mousul, Khurasan, wilayah utara Mesopotamia sampai Ispahan dan
Sijistan.. Keberhasilan ini karena semangat yang dilontarkan oleh panglimanya
bahwa "surga ada didepan mereka dan neraka ada dibelakang mereka".
Kekhalifahan
selanjutnya beralih ke tangan Utsman bin Affan. Pada masa ini, peta Islam
meluas sampai ke jantung Asia Tengah. Diantara kota-kota yang berhasil
ditaklukkan adalah; Balakh, Turkistan, Herat, Kabul, Ghazni, Nishapur, Tush,
dan Marv.
2) Masa Dinasti Umayyah di Damaskus
Tidak
berbeda dengan khalifah sebelumnya bahwa pada masa Dinasti ini, ekpansi dan
perluasan kekuasaan merupakan ciri dari Dinasti Umayyah. Pada masa khalifah
Umar bin Abd al-Aziz (Umar II), khalifah yang tidak melakukan ekspansi.
Kebijakan pemerintahan dipusatkan untuk membangun, mengislamkan negara dan rakyat
serta membangun negara secara moril, berkeadilan dan penegakan hukum. Ini
terbukti dengan digantinya beberapa pejabat pemerintahan yang telah melakukan
KKN termasuk Yazid bin Muhallab. Umar
bin Abd al-Aziz bisa dibilang satu-satunya khalifah Umayyah yang mampu meredam
konflik antar golongan-sekte.
Kemajuan
Umayyah diperoleh semasa kekhalifahan Abd. Malik bin Marwan. Kemudian puncak
keemasan dicapai pada masa khalifah al-Walid bin Abd Malik. Kejayaan ini ketika
Qutaybah sebagai gubernur di Khurasan. Periode ini merupakan periode
kemenangan, kemakmuran dan kejayaan. Berkat prilaku yang baik dan terpuji dari
seorang Qutaybah, berdirilah kantong-kantong muslim di Turki, Asia Tengah dan
China, dan ia merupakan simbol penyelamat dan penyatu suku-suku yang bertikai.
Dinasti
Umayyah diambang kehancuran ketika khalifah XIV tetap mempertahankan Sayyar
untuk menjadi penguasa di Khurasan. Hal ini disebabkan kebijakannya yang
diskriminatif yang secara tidak langsung menggoyahkan kedaulatan Umayyah.
Kondisi ini dimanfaatkan oleh Abu Muslim dari golongan Abbasiah untuk
menjatuhkan kekuasaan Sayyar di Khurasan.
3) Masa Dinasti Abbasiah
Nyaris
tidak ada bedanya dengan Dinasti Umayyah, pada Dinasti Abbasiah pun terjadi
pergolakan dalam urusan politik. Misalnya, terbunuhnya sang proklamator Dinasti
Abbasiyah oleh Abu Ja'far al-Mansur. Ketika khalifah al-Ma'mun, ia berhasil
menguasai musuh-musuh di Mesapotamia dan Khurasan dengan menugaskan Tahir bin
Husain dalam pengamanan wilayah tersebut. Keberhasilan lain masa al-Ma'mun
yaitu telah berhasil mengislamkan penguasa Kabul. Masa al-Ma'mun merupakan masa
kejayaan ilmu pengetahuan dan asimilasi budaya timur dan barat dengan arab.
Kepercayaan pemerintah pusat terhadap wilayah kekuasaannya (otonomi) terkadang
menjadi bumerang bagi stabilitas politik. Instabilitas politik bukan hanya
disebabkan oleh diskriminatif namun juga disebabkan oleh kecerobohan dan
kelemahan pemerintah pusat. Setelah khalifah al-Ma'mun wafat sampai khalifah
terahir Abbasiyah, telah berdiri Dinasti-dinasti yang merdeka
yaitu; Dinasti Tahiriah.
Pendiri
dinasti Tahiriah adalah panglima perang al-Ma'mun yaitu Tahir ibn Husain yang
memainkan peranan penting saat saat terjadi perang saudara antara al-Amin dan
al-Ma'mun. Setelah Tahir mendapatkan jaminan dari Menteri Ahmad bin Abu Khalid
dan di angkat menhadi Gubernur di Khurasan dan mendirikan Dinasti di Khurasan
dengan menggunakan namanya sendiri yaitu Dinasti Tahiriah. Dinasti lain yang
berdiri adalah dinasti Saffariah yang beribu kota di Sizistan, dan berhasilkan
mengalahkan dinasti Tahiriah. Dinasti ini didirikan oleh Yaqub Bin Laits,
seorang pandai besi dan penjahat kakap yang diangkat sebagai panglima perang
oleh utusan khalifah Abbasiah di Baghdad yang justru berbalik arah menggoyahkan
stabilitas kekhalifahan di Baghdad.
Kemudian
Dinasti Samaniah yang berasal dari saman, seorang pengikut agama Joraster di
Balkh. Sebenarnya dinasti ini sudah ada disaat dinasti Tahiriah dan Saffariah
berdiri. Dinasti ini juga mengalahkan dinasti saffariah dan akhirnya menjadi
dinasti besar dan menguasai wilayah Sizistan, Karman, Hurzan, Tabaristan,
Arab-Khurasan, Dan Transoxiana. Walau pun besar, dinasti Dinasti tetap mengakui
khalifah di Baghdad untuk mendapakan legitimasi. Ilmu pengtahuan pada masa ini
maju pesat dan menjadikan ibu kotanya yaitu Bukhara dan Samarkand sebagai pusat
ilmu pengetahuan. Al-Razi, seorang ahli kedokteran muncul pada masa pangeran
Abu Shaleh mansur bin Iskhak dan mengabdikan karya monumentalnya dengan judul
al-mansuri.
Selanjutnya
Dinasti Ghazni. Sejarah munculnya dinasti ini disaat budak-budak turki mendapat
posisi strategis dalam pemerintahan Samaniah yang kurang mendapat perhatian
dari pemerintah pusat. Kesempatan ini dimanfaatkan pindah ke Timur untuk
menggalang kekuatan dan mendirikan dinasti sendiri, yaitu Dinasti Ghazni
(sekarang Afghanistan yang merdeka). Penguasa yang terkenal adalah Sultan
Mahmud Ghaznawi yang pernah menaklukkan India sebanyak 17 kali dan memperoleh
kemenangan yang luar biasa. Gelar Sultan ia peroleh dari Dinasti Abbasiah
semasa khlaifah Qadir Billah. Sebagian wilayah Asia Tengah dan Persia pernah ia
kuasai, seperti Iraq, al-Ray dan Ispahan dari Dinasti Buwayhia. Dalam sejarah
inilah pengaruh persia dihilangkan dari istana. Namun karena pengaruh lemahnya
penguasa, dinasti ini akhirnya terbagi dalam beberapa wilayah kekuasaan yaitu
di Timur telah berdiri kesultanan Ghuri yang akhirnya hilang dari peta Asia dan
di Barat laut dikuasai oleh Dinasti Khan dan Persia oleh dinasti Saljuq.
Pada
masa Abbasiah, muncul dinasti Saljuq. Dinasti ini merupakan kekuatan turki yang
berada di daerah antara Kirghiztan dan Bukhara. Dibawah pimpinan Tughril Beg
dinasti ini berhasil mengalakan kekuatan turki cabang lain yaitu dinasti Ghazni
di Merv. Kekuasaan Dinasti Saljuq merambah sampai Hamadan,
Tabaristan, Ray, Ispahan dan lain-lain. Keberhasilan lain yg telah dicapai
dinasti Saljuq adalah berhasil membebaskan Khlaifah dari kepungan panglima
perang Basasiri semasa sultan Baha al-Daulah dari Dinasti Buwayhia, sehingga
Tughril diberi gelar Sultan al-Masyariq wa al-Magharib dan memerintah secara
defacto, bahkan kekuasaannya lebih luas dibanding Khalifah Baghdad. Dinasti
Buwayhia merupakan salah satu dinasti yang dicatat sejarah sebagai dinasti
terburuk pada masa Abbasiah yaitu menyebut nama pendirinya (Ahmad Ibn Abu Shuza'
yang bergelar Mu'iz al-Daulah) dalam khutbah jum'at, mencetak mata uang atas
namanya, membunuh kedaulatan khalifah dengan cara mencukil matanya.
2. Perkembangan Islam di Asia Tengah Pasca Abbasiyah
a)
Asal
usul Bangsa Mongol
Ada beberapa versi
mengenai asal usul bangsa Mongol, dalam buku Ensiklopedi Islam disebutkan
Mongol adalah sebuah bangsa yang berasal dari pedalaman Siberian yang datang
dari arah utara menuju ke wilayah Mongolia. Mereka menamakan dirinya sendiri
sebagai “putra srigala berbulu hijau” dan sebagai “rusa tak bertanduk”, dan
kehidupan mereka ibarat kehidupan binatang.[1] Dalam versi lain
dikatakan Bangsa Mongol berasal dari daerah pegunungan Mongolia yang membentang
dari Asia Tengah sampai ke Siberia Utara, Tibet Selatan dan Manchuria Barat
serta Turkistan Timur. Nenek moyang mereka bernama Alanja Khan, yang mempunyai
dua putera kembar, Tatar dan Mongol. Kedua putera itu melahirkan dua suku
bangsa besar, Mongol dan Tartar.[2]
Dalam rentang waktu
yang sangat panjang, kehidupan bangsa Mongol tetap sederhana. Mereka mendirikan
kemah-kemah dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, menggembala
kambing dan hidup dari hasil buruan. Mereka juga hidup dari hasil perdagangan
tradisional, yaitu mempertukarkan kulit binatang dengan binatang yang lain,
baik di antara sesama mereka maupun dengan hangsa Turki dan China yang menjadi
tetangga mereka. Sebagaimana umumnya bangsa nomad, orang-orang Mongol mempunyai
watak yang kasar, suka berperang, dan berani menghadang maut dalam mencapai
keinginannya. Akan tetapi, mereka sangat patuh kepada pemimpinnya. Mereka
menganut agama Syamaniah (Syamanism), menyembah bintang-bintang, dan sujud
kepada matahari yang sedang terbit.[3]
b) Kehancuran Baghdad, kemunculan Mongol
Ratusan ribu mayat
tanpa kepala berserakan dan tumpang tindih memenuhi jalan-jalan, parit-parit
dan lapangan-lapangan. Di sekitarnya bangunan-bangunan megah dan indah banyak
yang tinggal puing-puing dan rerontokan. Asap masih mengepul dari
bangunan-bangunan yang dibakar. Tentara dari pangkat rendah sampai tinggi sibuk
memenggal kepala ribuan manusia dan kemudian memisahkan kepala yang terpisah
dari tubuhnya itu menurut kelompok: kepala wanita, anak-anak, orang tua,
dipisahkan satu dari yang lain. Sungai Dajlah atau Tigris berubah menjadi hitam
disebabkan tinta ribuan manuskrip yang dilempar ke dalamnya. Perpustakaan,
rumah sakit, mesjid, madrasah, tempat pemandian dan rumah para bangsawan, toko
dan rumah makan –semuanya dihancurkan.
Demikianlah, kota yang
selama beberapa abad menjadi pusat terbesar peradaban Islam itupun musnah dalam
sekejap mata. Setelah puas, pasukan penakluk itupun bersiap-siap pergi tanpa
penyesalan sedikitpun. Mereka kini hanya sibuk mengumpulkan barang-barang
jarahan yang berharga: timbunan perhiasan yang tak ternilai harganya,
berkilo-kilo batangan emas dan uang dinar, batu permata, intan berlian – semua
dimasukkan ke dalam ratusan karung dan kemudian diangkut dalam iringan gerobak
dan kereta yang sangat panjang.
Jatuhnya kota Baghdad
pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri khilafah
Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan
peradaban Islam, karena Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam
yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap
dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin Hulagu Khan tersebut.
Di antara catatan
sejarah mengenai kebiadaban orang-orang Mongol ialah catatan sejarawan
terkemuka Ibnu ‘Athir (w. 1231 M) dan ahli Geografi Yaqut al-Hamawi (w.1229 ).
Menurut mereka, tokoh-tokoh muslim terkemuka, amir, panglima perang, tabib,
ulama, budayawan, ilmuan, cendekiawan, ahli ekonomi dan politik, serta saudagar
kaya – tewas dalam keadaan mengenaskan. Kepala mereka dipenggal, dipisahkan dari
badan, karena khawatir ada yang masih hidup dan berpura-pura mati.
c) Latar Belakang Penyerbuan ke Wilayah Muslim
Pada tahun 1255, Hulagu
dikirim oleh saudaranya Mongke, The Great Khan (1251-1258) untuk menaklukan wilayah yang dikuasai kaum
muslimin di Timur Tengah, dan memerintahkan kepadanya agar tidak menghancurkan
setiap daerah yang menyerah tetapi sebaliknya membumihanguskan setiap daerah
yang memberikan perlawanan. Hulagu merencanakan akan menaklukkan wilayah muslim Lurs (di daerah Iran).
Ada beberapa faktor
yang sangat mempengaruhi mengapa Hulagu sangat bernafsu menaklukkan wilayah
muslim dan kejam setiap kali dia berhasil menguasainya, yaitu : Ibu Hulagu,
istri dan sahabat dekatnya, Kitbuqa termasuk kristen fanatik yang memendam kebencian mendalam terhadap orang Islam. Juga
para penasehatnya banyak yang berasal dari Persia yang memang berharap dapat
membalas dendam atas kekalahan mereka satu abad sebelumnya ketika persia
ditaklukan oleh pasukan muslim pada masa Khalifah Umar bin Khattab.
d) Kekaisaran Mongol Pasca Jengis khan dan Pengaruhnya dalam Perkembangan
Islam
Pada
tahun 1206, Chengis Khan (1162) yang merupakan putra dari Yesugey Ba'atur
(Ishujayi/Isyugayi) dengan Helena Khatun. Nama kecilnya adalah Temucin (baja
yang kuat), yang lahir di Daeyliun Buldagha, di tepi sungai Onon. Ayahnya
merupakan pemimpin suku Mongol dan berhasil mengalahkan suku Tartar dibawah
pimpinan Temujin Uji, maka anaknya dinamakan Temucin. Chengis terpilih sebagai
pimpinan tertinggi Bangsa Mongol dengan gelar Alexander For Asia. Mongol
awalnya didirikan oleh kakeknya yaitu Kabul Khan dari keluarga bangsawan dengan
gelar Kakan. Chengis merupakan pemimpin militer tangguh, administrator dan
seorang perancang yang sangat hati-hati dan menjalankan peraturan yang keras
bagi anak buahnya. Ia juga seorang inovator militer terbesar sepanjang sejarah
manusia. Ia merupakan pengikut kepercayaan animisme, penyembah Tengri.
Dalam
kepemimpinannya, ia berusaha memperbaiki moral masyarakatnya dengan membuat
undang-undang, yakni Ulang Yassa yang berfungsi untuk memberi landasan guna
menghadapi tantangan dan memperluas wilayahnya. Ekpansi Chengis Khan sampai ke
dataran China, Turkistan, sebagian India, Persia, Asia Minor dan Eropa Timur.
Keturunan Chengis Khan dalam sejarah dunia Islam telah meninggalkan pengaruh
yang sangat besar termasuk peradaban umat manusia. Kemenangan Chengis Khan
dalam menumpas lawan-lawannya seperti bangsa Tartar, Jamuka tidak terlepas oleh
bantuan Tugril, Wong Khan, dan penguasa Keen di China Utara.
Kekuasaan
Chengis Khan dilanjutkan oleh ke empat putranya yaitu Jochi, Chaghtai, Oghtai
(sebagai Khan Agung) dan Touly. Jochi berhasil menaklukkan
lembah Sungai Volgha dan Siberia yang dipimpin oleh putranya yaitu Batu dan
merintis Dinasti Kipcak atau Golden Horde yang berkembang pesat. Dinasti ini berhasil menaklukkan Rusia, Polandia
dan sekitarnya. Golden Horde berlangsung cukup lama dan mencapai puncak
kejayaannya pada masa kepemimpinan Berke, Tokhtamis, dan Uzbeg Khan. Dinasti
ini bertahan sampai tahun 1502 dan runtuh akibat kekalahan dari Rusia.
Sedangkan Chaghtai menyerbu
Asia Tengah sehingga dikenal dengan Dinasti Chaghtai. Namun dalam perkembangan
selanjutnya, Dinasti ini mengalami kemunduran yang disebabkan oleh pergantian
kekuasaan. Akhirnya, kekuasaan ini diambil alih oleh Timur Lang (keturunan
Chengis dari garis ibu dan keturunan Turki dari garis ayah) yang merupakan pemimpin
sejati, kekuasaannya dikenal dengan nama Timuriah.
Putra
bungsu Chengis yaitu Touly adalah pemimpin besar. Putranya
yang bernama Hulagu Khan mendirikan Dinasti Ilkhan yang turun temurun dipimpin
oleh Hulagu, Abagha, dan Tagudar setelah Tagudar masuk Islam, ia berganti nama
Ahmad. Selanjutnya pada penguasa Ilkhan VII (Ghazan Khan), peradaban Islam
mencapai puncak kejayaannya dan merupakan era keemasan setelah runtuhnya
Baghdad.
·
DINASTI CHAGHTAI
(1227-1369 M).
Dinasti Chaghatai
terdiri dari wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Chaghatai Khan (ejaan
alternative : Chagata, Chagta, Djagatai, Jagatai).[4] Chaghatai (w. 1242)
merupakan anak ke-2 dari Jengis Khan yang diberi wilayah kekaisan Mongol yang
membentang dari sungai Illi (sekarang bagian timur Kazakhstan) dan Kashgaria
(sebelah barat Tarim Basin) sampai Transoxiana (Uzbekisthan dan Turkmenistan).
Setelah ayahnya meninggal, ia mewarisi lebih dari apa yang sekarang disebut
lima Negara Asia Tengah dan Iran Utara. Chaghtai sangat taat kepada UUD Mongol dan membenci dengan aturan Islam dan
membenci Umat Islam.
Tetapi walau pun
demikian, dalam pemerintahannya ia mempunyai seorang menteri muslim yang
bernama Qutub al Din Habs, yang dikemudian hari mempunyai peranan dalam
perkembangan Islam di wilayah ini. Menurut Bosworth, daerah kekuasaan dinasti
Chagatai membentang ke timur dari Transoxania sampai Turkistan Timur atau
Turkistan China.Cabang barat keturunan Chagatai di Transoxania segera masuk
dalam lingkungan pengaruh Islam, namun ditumbangkan oleh Timur, Cabang timur di
Semirechye dan Illi serta T’ien Syan di Tarim, lebih tahan terhadap Islam.
Namun, keturunan Chagatai di Timur pada akhirnya membantu menyebarkan Islam di
Turkistan China, dan mereka bertahan sampai abad XVII M. Atas nama Chagtai,
dinasti yang berkembang dan dikendalikan oleh keturunannya, disebut Dinasti
Chaghtai yang hampir 150 tahun (1227-1369 M) berkuasa di Tsansoxiana sebagai
basis daerah politik mereka. Dinasti-dinasti Chagtai setelah meninggalnya
Chaghtai secara turun temurun menurut M. Abdul Karim adalah sebagai berikut :
1. Kara Hulegu (1241-1248).
2. Ishu Mongguki (1248-1251).
3. Kara Hulegu (1251).
4. Orghana (Janda Kara) (1251-1266).
5. Mubarak Syah (1266).
6. Buraq Khan (1266-1271).
7. Nik Pay (1271).
8. Buka Timur (1282).
9. Dua Khan (1307)
10. Ishen Bukay (1309-1318).
11. Khan kabag (1318-1326).
12. Therma Shirrin (1326-1334).
13. Sebanyak 17 orang Chaghatai berkuasa (1334-1369).
14. Tura (1364), boneka Timur Leng.
15. Timur Leng
Tamerlane (1336 – 14 Februari 1405) (Bahasa Turki Chagatai: Tēmōr, "besi"), juga dikenal
sebagai Temur, Timur Lenk, Taimur, atau Timuri Leng, yang artinya Timur si Pincang, karena kaki kirinya yang pincang sejak lahir
adalah seorang penakluk dan penguasa keturunan Turki-Mongol dari wilayah Asia Tengah, yang terkenal pada abad ke-14, terutama di Rusia selatan dan Persia Timur.[5] Monumen Timur Lenk di Samarkand, Uzbekistan. Di bawah bimbingan yang
baik, Timur ketika berusia dua puluh tahun bukan saja mahir dalam
kegiatan-kegiatan luar ruangan, tetapi juga mempunyai reputasi sebagai
pembaca Al-Qur’an yang tekun.[6]
a. Serangan-Serangan Timur Lenk
Timur Lenk merupakan
keturunan Mongol yang sudah masuk Islam, dimana sisa-sisa kebiadaban dan
kekejaman masih melekat kuat. Dia berhasil menaklukkan Tughluk Temur dan Ilyas
Khoja, dan kemudian dia juga melawan Amir Hussain (iparnya sendiri). Dan dia
memproklamirkan dirinya sebagai penguasa tunggal di Transoxiana, pelanjut
Jagati dan Turunan Jengis Khan. Timur Lenk adalah seorang yang sangat ambisius,
merasa dirinya sangat kuat dan ingin menguasai seluruh dunia seperti Chengis
Khan dan Alexander Agung. Ia pernah berkata, ”Penguasa Tunggal di angkasa
adalah Allah dan bumi pun hanya ada seorang penguasa tunggal, dan dia adalah
saya, Timur Lenk”.[7]
Setelah lebih dari satu
abad umat Islam menderita dan berusaha bangkit dari kehancuran akibat serangan
bangsa Mongol di bawah Hulagu Khan, malapetaka yang tidak kurang dahsyatnya
datang kembali, yaitu serangan yang juga dari keturunan bangsa Mongol. Berbeda
dari Hulagu Khan dan keturunannya pada dinasti Ilkhan, penyerang kali ini sudah
masuk Islam, tetapi sisa-sisa kebiadaban dan kekejaman masih melekat kuat.
Serangan itu dipimpin oleh Timur Lenk, yang berarti Timur si Pincang.[8] Sejak usia masih sangat
muda, keberanian dan keperkasaannya yang luar biasa sudah terlihat. Ia sering
diberi tugas untuk menjinakkan kuda-kuda binal yang sulit ditunggangi dan
memburu binatang-binatang liar. Sewaktu berumur 12 tahun, ia sudah terlibat
dalam banyak peperangan dan menunjukkan kehebatan dan keberanian yang
mengangkat dan mengharumkan namanya di kalangan bangsanya. Akan tetapi, baru
setelah ayahnya meninggal, sejarah keperkasaannya bermula setelah Jagatai
wafat, masing-masing Amir melepaskan diri dari pemerintahan pusat. Timur Lenk
mengabdikan diri pada Gubernur Transoxiana, Amir Qazaghan Ketika Qazaghan
meninggal dunia, datang serbuan dari Tughluq Temur Khan, pemimpin Moghulistan,
yang menjarah dan menduduki Transoxiana. Timur Lenk bangkit memimpin perlawanan
untuk membela nasib kaumnya yang tertindas. Tughluq Temur setelah melihat
keberanian dan kehebatan Timur, menawarkan kepadanya jabatan gubernur di negeri
kelahirannya. Tawaran itu diterima. Akan tetapi, setahun setelah Timur Lenk
diangkat menjadi gubernur, tahun 1361 M, Tughluq Temur mengangkat puteranya,
Ilyas Khoja menjadi gubernur Samarkand dan Timur Lenk menjadi wazirya. Tentu
saja Timur Lenk menjadi berang. Ia segera bergabung dengan cucu Qazaghan, Amir
Husain, mengangkat senjata memberontak terhadap Tughluq Temur.[9]
Setelah Jata dan
Khawarizm dapat ditaklukkan, kekuasaannya mulai kokoh. Ketika itulah Timur Lenk
mulai menyusun rencana untuk mewujudkan ambisinya menjadi penguasa besar, dan
berusaha menaklukkan daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh Jengis Khan. Ia Berkata “Sebagaimana ada satu Tuhan di dalam ala mini, maka bumi ini
harusnya ada seseorang raja”.[10] Pada tahun 1381 M ia menyerang dan berhasil menaklukkan Khurasan. Setelah
itu serbuan ditujukan ke arah Herat. Di sini ia juga keluar sebagai pemenang.
Ia tidak berhenti sampai di situ, tetapi terus melakukan serangan ke
negeri-negeri lain dan berhasil menduduki negeri-negeri di Afghanistan, Persia,
Fars dan Kurdistan. Di setiap negeri yang ditaklukkannya, ia membantai penduduk
yang melakukan perlawanan. Di Sabzawar, Afghanistan, bahkan ia membangun
menara, disusun dari 2000 mayat manusia yang dibalut dengan batu dan tanah
liat. Di Ispaha, ia membantai lebih kurang 70.000 penduduk. Kepala-kepala dari
mayat-mayat itu dipisahkan dari tubuhnya dan disusun menjadi menara. Dari sana ia
melanjutkan ekspansinya ke Irak, Syria dan Anatolia (Turki). Tahun 1393 Mia
menghancurkan dinasti Muzhaffari di Fars dan membantai amir-amirnya yang masih
hidup. Pada tahun itu pula
Baghdad dijarahnya, dan setahun kemudian ia berhasil menduduki Mesopotamia.
Penguasa Baghdad itu, Sultan Ahmad Jalair, melarikan diri ke Syria. Ia kemudian
menjadi Vassal dari Sultan Mesir, Al-Malik al-Zahir Barquq. Penguasa dinasti
Mamalik yang berpusat di Mesir ini adalah satu-satunya raja yang tidak mau dan
tidak berhasil ditundukkannya. Utusan-utusan Timur Lenk yang dikirim ke Mesir
untuk perjanjian damai, sebagian dibunuh dan sebagian lagi diperhinakan,
kemudian disuruh pulang ke Timur Lenk. Mesir, sebagaimana pada masa
serangan-serangan Hulagu Khan, kembali selamat dari serang bangsa Mongol.
Karena Sultan Barquq tidak mau mengekstradisi Ahmad Jalair yang berada dalam
perlindungannya, Timur Lenk kemudian melancarkan invasi ke Asia Kecil menjarah
kota-kota, Takrit, Mardin dan Amid. Di Takrit, kota kelahiran Salahuddin
al-Ayyubi, ia membangun sebuah piramida dari tengkorak kepala korban-korbannya.[11]
Pada tahun 1401 M ia
memasuki daerah Syria bagian utara. Tiga hari lamanya Aleppo dihancurleburkan.
Kepala dari 20.000 penduduk dibuat piramida setinggi 10 hasta dan kelilingnya
20 hasta dengan wajah mayat menghadap keluar.[12] Banyak
bangunan seperti sekolah dan masjid yang berasal dari zaman Nuruddin Zanggi dan
Ayyubi dihancurkan. Hamah, Horns dan Ba'labak berturut-turut jatuh ketangannya.
Pasukan Sultan Faraj dari Kerajaan Mamalik dapat dikalahkannya dalam suatu
pertempuran dahsyat sehingga Damaskus jatuh ke tangan pasukan Timur lenk pada
tahun 1401 M. Akibat peperangan itu masjid Umayyah yang bersejarah rusak berat
tinggal dinding-dindingnya saja yang masih tegak.[13] Dari
Damaskus para seniman ulung dan pekerja atau tukang yang ahli dibawanya ke
Samarkand. Ia memerintahkan ulama yang menyertainya untuk mengeluarkan fatwa
membenarkan tindakan-tindakannya itu. Setelah itu serangan dilanjutkan ke
Baghdad.
Ketika Baghdad berhasil
ditaklukkan, ia melakukan pembantaian besar-besaran terhadap 20.000 penduduk
sebagai pembalasan atas pembunuhan terhadap banyak tentaranya sewaktu mengepung
kota itu. Di sini, seperti kebiasaannya, ia kemudian mendirikan 120 buah
piramida dari kepala mayat-mayat sebagai tanda kemenangan.
Kerajaan Usmani, oleh
Timur Lenk dipandang sebagai tantangan terbesar, karena kerajaan ini menguasai
banyak daerah bekas imperium Jengis Khan dan Hulagu Khan. Bahkan, Sultan
Bayazid, penguasa tertinggi kerajaan ini sebelumnya berhasil meluaskan daerah
kekuasaannya ke daerah-daerah yang sudah ditaklukkan oleh Timur Lenk. Karena
itu Timur Lenk sangat berambisi mengalahkan kerajaan ini. Ia mengerahkan bala
tentaranya untuk memerangi tentara Bayazid I. Di Sivas terjadi peperangan hebat
antara kedua pasukan itu. Timur Lenk keluar sebagai pemenang dan putera Bayazid
I, Erthugrul, terbunuh dalam pertempuran tersebut. Pada tahun 1402 M terjadi
peperangan yang menentukan di Ankara. Tentara Usmani kembali menderita
kekalahan, sementara Sultan Bayazid sendiri tertawan ketika hendak melarikan
diri. Bayazid akhirnya meninggal dalam tawanan. Timur Lenk melanjutkan
serangannya ke Broessa, ibu kota lama Turki, dan Syria. Setelah itu ia kembali
ke Samarkand untuk merencanakan invasi ke Cina. Namun, di tengah perjalanan,
tepatnya di Otrar, ia menderita sakit yang membawa kepada kematiannya. Ia
meninggal tahun 1406 M, dalam usia 71 tahun. Jenazahnya dibawa ke Samarkand
untuk dimakamkan dengan upacara kebesaran.
Setelah Timur Lenk
meninggal, dua orang anaknya, Muhammad Jehanekir dan Khalil, berperang
memperebutkan kekuasaan. Khalil (1404-1405 M) keluar sebagai pemenang. Akan
tetapi, ia hidup berfoya-foya menghabiskan kekayaan yang ditinggalkan ayahnya.
Karena itu saudaranya yang lain, Syah Rukh (1405-1447 M), merebut kekuasaan
dari tangannya. Syah Rukh berusaha mengembalikan wibawa kerajaan. Ia seorang
raja yang adil dan lemah lembut. Setelah wafat, ia diganti oleh anaknya Ulugh
Bey (1447-1449 M), seorang raja yang alim dan sarjana ilmu pasti. Namun, masa
kekuasaannya tidak lama. Dua tahun setelah berkuasa ia dibunuh oleh anaknya
yang haus kekuasaan, Abdal-Latif (1449- 1450 M). Raja besar dinasti Timuriyah
yang terakhir adalah Abu Sa'id (1452-1469 M). Pada masa inilah kerajaan mulai
terpecah belah. Wilayah kerajaan yang luas itu diperebutkan oleh dua suku Turki
yang baru muncul ke permukaan, Kara Koyunlu (domba hitam) dan Ak Koyunlu (domba
putih). Abu Sa'id sendiri terbunuh ketika bertempur melawan Uzun Hasan,
penguasa Ak Kdyunlu.[14]
·
DINASTI GOLDEN HORDĒ
(1256-1391)
Pada masa Oghtai,
terjadi penaklukan (1236-1237) besar-besaran terhadap lembah Sungai Vulgha dan
Siberia. Di bawah kepemimpinan Batu, warga nomad Mongol dan Turki menaklukkan
beberapa daerah di bagian utara laut Aral dan Caspia dan mendirikan ibukota
mereka di sungai Volga. Dalam penyerbuan yang paling besar dalam sejarah dunia,
The Golden Horde juga menaklukkan Rusia,
Ukraina, Polandia Selatan, Hungaria dan Bulgaria dan membentuk sebuah imperium
yang mengembangkan wilayahnya ke arah utara sampai wilayah hutan Rusia, kea rah
selatan sampai ke laut Hitam dan Caucasus. Moskow merupakan wilayah kekuasaan
boneka yang utama bagi rezim Golden Horde; sedang beberapa penguasa Rusia
lainnya bertanggung jawab kepada Moskow untuk pembayaran pajak.
Bangsa Turki dan Mongol
yang tengah mengadakan penaklukan tersebut segera mendapatkan sebuah identitas
sejarah yang baru. Melalui pergaulan dengan warga taklukan, mereka terlibat
dalam percakapan bahasa Turki “Tartar” dan akhirnya mereka memeluk agama Islam. Di antara pemimpin
Mongol pertama yang memeluk Islam ialah Barkha Khan (1256-1267), cucu Jengis
Khan dari putranya Juchi Khan, yang menguasai Eropa timur dan tengah dan
berkedudukan di Sarai, lembah Wolga. Dia dan para pengikutnya memeluk Islam
pada tahun 1260 berkat dakwah para ulama sufi yang berada di daerah tersebut.
Pada tahun itu juga Barkha mengirim ribuan tentaranya untuk membantu sultan
Baybars di Mesir yang sedang menghadapi serangan Hulagu Khan dan tentara Salib.
Dalam pertempuran di Ain Jalut pasukan Hulagu dapat dihancurkan. Sejak itu
agama Islam berkembang pesat di lembah Wolga dan orang-orang Mongol yang
bermukim di wilayah itu menyebut diri sebagai orang Kozak (Kystchak). Menurut
Ibnu Katsir, Barkha Khan meninggal pada tahun 665 H dan digantikan oleh salah
seorang dari keluarganya yang bernama Mankutmar Bin Tughan Bin Babu bin Tuli
bin Jenghis khan.
Di bawah ini adalah
rangkaian Dinasti Golden Horde :
1. Batu (1237-1256), pendiri.
2. Berke (1256-1267).
3. Mongke Timur (1267-1280).
4. Tuda Mongke (1280-1287).
5. Tula Bugha (1287-1290).
6. Turcht (1290-1313).
7. Uzbeg Khan (1313-1340).
8. Jani Beg (1340-1357).
9. Birdi Beg (1357-1359).
10. Tokhtamis (1359-1404).
11. Idhikhu Khan (1404-1419).
Menjelang hancurnya
Golden Horde, berdirilah beberapa dinasti Tatar yang merdeka di antaranya :
1. Dinasti Khazan (1437-1557), pendirinya Ulugh Muhammad Khan.
2. Austrakhan (1466-1556), pendirinya Qasim Khan anak Uluhg Muhammad Khan.
3. Cremia (1420-1783), pendirinya Tash-Timur dan Ghazi Girai.
·
DINASTI ILKHAN (1256 –
1335 M)
Baghdad dan daerah-daerah
yang ditaklukkan Hulagu selanjutnya diperintah oleh dinasti Ilkhan. Ilkhan
adalah gelar yang diberikan kepada Hulagu. Daerah yang dikuasai dinasti ini
adalah daerah yang terletak antara Asia Kecil di barat dan India di timur,
dengan ibukotanya Tabriz.[15] Umat
Islam, dengan demikian dipimpin oleh Hulagu Khan, seorang raja yang beragama
Syamanism. Hulagu meninggal tahun 1265 M dan diganti oleh anaknya, Abaga (
1265-1282 M) yang masuk Kristen, berkat bujukan ibunya Dokuz Khatun. Dalam
istanya banyak pendeta Kristen tinggal, diantaranya sebagai penasehat politik.
Pada tahun 1274, Abagha mengirim utusan khusus menghadiri Konsili Lyon. Dia
sering berkirim-kiriman surat dengan Raja Louis (1266-1270) dari Prancis dan
raja Charles I (1268-1285 ) dari Sicilia.
Baru rajanya yang
ketiga, Ahmad Teguder ( 1282-1284M), yang masuk Islam. Karena masuk Islam,
Ahmad Teguder ditantang oleh pembesar- pembesar kerajaan yang lain. Akhimya, ia
ditangkap dan dibunuh oleh Arghun yang kemudian menggantikannya menjadi raja (1284-1291
M). Raja dinasti Ilkhan yang keempat ini sangat kejam terhadap umat Islam.
Banyak di antara mereka yang dibunuh dan diusir.[16]
Pengganti Arghun, yaitu
Baidu Khan (1293-1295) berbuat serupa. Namun justru pada masa pemerintahan
Baidu inilah terjadi peristiwa paling bersejarah. Putranya yang menggantikan
dia, Ghazan Khan (1295-1302), walaupun sejak kecil dididik sebagai penganut
Budhis yang fanatik, ketika naik tahta menyatakan memeluk Islam.
Peristiwa tersebut
merupakan kemenangan besar Islam. Ghazan lahir pada tanggal 4 Desember 1271 M.
Usianya ketika naik tahta belum genap berusia 24 tahun. Pada umur 10 tahun dia
diangkat menjadi gubernur Khurasan. Pendamping dan penasehatnya ialah Amir
Nawruz, putra Arghhun Agha yang telah memerintah selama 39 tahun di beberapa
provinsi Persia di bawah pengawasan langsung Jengis Khan dan penggantinya. Amir
Nawruz merupakan pembesar Mongol awal yang memeluk agama Islam secara
diam-diam. Atas usaha dialah Ghazan Khan memeluk agama Islam. Ajakan memeluk
Islam itu berawal ketika Ghazan sedang berjuang merebut tahta kerajaan dari
saingan utamanya, Baidu. Amir Nawruz berkata, “Tuanku ! Berjanjilah, apabila
kelak Allah menganugerahkan kemenangan kepada Tuan, sebagai ucapan syukur Anda
mesti memeluk agama Islam !” Atas petunjuk dan nasihat Amir Nawruz itulah
Ghazan Khan berhasil mengalahkan Baidu dan naik tahta pada tanggal 19 Juni 1295
(4 Sya’ban 644 H). Janjinya untuk memeluk Islam dipenuhi hari itu juga. Bersama
10.000 orang Mongol lain, termasuk sejumlah pembesar dan jenderal dia
mengucapkan dua kalimah syahadat di hadapan Syekh Sadruddin Ibrahim, putra
tabib terkemuka al-Hamawi. Setelah empat bulan memerintah, Sultan Ghazan
memerintahkan tentaranya menghancurkan kuil Budha, gereja dan sinagor di
seluruh kota Tabriz. D atasnya kemudian dibangun kembali masjid dan madrasah,
sebab di tempat yang sama itulah dahulu Hulagu menghancurkan puluhan madrasah
dan masjid yang megah. Dengan berbuat demikian dia telah menebus dosa
leluhurnya kepada kaum muslimin.
Sultan Ghazan wafat
pada tanggal 17 Mei 1304 dalam usia 32 tahun disebabkan konspirasi politik yang
bertujuan mengangkat Alafrank, putra saudara sepupunya Gaykhatu, sebagai raja
Mongol beragama Budha. Kematiannya ditangisi di seluruh Persia. Dia bukan hanya
seorang negarawan muda yang bijak dan taat beribadah, tetapi juga pel indung i
lmu dan sastra. Dia menyukai seni, khususnya arsitektur, karejinan dan ilmu
alam. Dia mempelajari astronomi, kimia, mineralogy, metalurgi, dan botani. Dia
menguasai bahasa Persia, Arab, Cina Mandarin, Tibet, Hindi dan Latin.
Penggantinya, Uljaytu Khudabanda (1304-1316), meneruskan kebijakannya. Tetapi
raja Mongol yang paling saleh ialah Abu Sa’id (1317-1334 M), pengganti Uljaytu.
Di bawah pemerintahan Abu Sa’id ini lah orang Mongol Persia menjadi pembela
gigih Islam serta pelindung utama kebudayaan Islam.
Namun, pada masa
pemerintahan Abu Sa'id ( 1317-1334 M), pengganti Muhammad Khudabanda, terjadi
bencana kelaparan yang sangat menyedihkan dan angin topan dengan hujan es yang
mendatangkan malapetaka. Kerajaan Ilkhan yang didirikan Hulagu Khan ini
terpecah belah sepeninggal Abu Sa'id. Masing-masing pecahan saling memerangi.
Akhirnya, mereka semua ditaklukkan oleh Timur Lenk.
KESIMPULAN
Perkembangan Islam di Asia Tengah sudah berlangsung sejak masa
khuafarasydin, yang melakukan ekspansi-ekspansi ke wilayah bagian Asia Tengah,
yang dilanjutkan pada masa Dinasti Umayyah dan juga pada masa Dinasti Abbasiyah
yang mengadakan hubungan jalinan kepada salah satu bangsa yang memiliki peradaban
yang tinggi pada waktu itu di bagiang Asia Tengah.
Sebenarnya serangan
terhadap Baghdad tidak pernah terpikirkan oleh Mangu, sebab disamping tentara
Abbasiyah masih dianggap kuat dan berbahaya, beberapa ulama’ yang menjadi
penasehat penguasa Mongol dapat meyakinkan bahaya serangan tersebut. Penyerbuan
ke Baghdad terjadi setelah Mangu memerintahkan Hulagu membasmi istana benteng
Alamut dan wilayah yang dikuasai orang-orang Hassasin, yaitu cabang dari sekte
Isma’iliyah. Orang-orang Hassasin sangat berbahaya karena sering merampok dan
membunuh para saudagar, termasuk saudagar Mongol.
Ketika mendapat perintah saudaranya itu Jenderal Hulagu juga mendapat pesan khus dari istrinya Dokuz Khatun yang beragama Kristen. Dakus Khatun mempunyai hubungan dengan pemimpin pasukan perang salib yang sedang berperang dengan tentara Islam merebut Yerussalem pada waktu itu, dan berkonspirasi dengan misionaris Kristen untuk menghancurkan kaum muslim. Dia meminta kepada suaminya agar setelah menghancurkan benteng Alamut, segera menaklukkan Iran dan Iraq. Demikianlah sebelum menaklukkan dan membasmi pengikut Hassasin di Allamut. Kemudian dari Transoxania berangkat mengepung Baghdad dengan ribuan tentaranya pada bulan Safar 656 H. membuat pasukan kalah telak dan panglima al-daudar sendiri dari kalangan muslimin kepalanya terpisah dengan badannya. Sedangkan sisa pasukannya menyelamatkan diri ke balik tembok ibukota yang kukuh dan sebagian lagi melarikan diri ke Syiria.
Ketika mendapat perintah saudaranya itu Jenderal Hulagu juga mendapat pesan khus dari istrinya Dokuz Khatun yang beragama Kristen. Dakus Khatun mempunyai hubungan dengan pemimpin pasukan perang salib yang sedang berperang dengan tentara Islam merebut Yerussalem pada waktu itu, dan berkonspirasi dengan misionaris Kristen untuk menghancurkan kaum muslim. Dia meminta kepada suaminya agar setelah menghancurkan benteng Alamut, segera menaklukkan Iran dan Iraq. Demikianlah sebelum menaklukkan dan membasmi pengikut Hassasin di Allamut. Kemudian dari Transoxania berangkat mengepung Baghdad dengan ribuan tentaranya pada bulan Safar 656 H. membuat pasukan kalah telak dan panglima al-daudar sendiri dari kalangan muslimin kepalanya terpisah dengan badannya. Sedangkan sisa pasukannya menyelamatkan diri ke balik tembok ibukota yang kukuh dan sebagian lagi melarikan diri ke Syiria.
Peradaban yang berkembang di Mongol pasca Runtuhnya Abbasiyah, diantaranya
timbulya dinasti-dinasti yang sangat memberikan pengaruh kuat terhadap
perkembangan islam diantaranya, Dinasti Chagtai, Dinasti Golden Horde dan
Dinasti Ilkhan.
DAFTAR PUSTAKA
ü
Abdul Karim, M. 2006. Islam di Asia Tengah; Sejarah Dinasti Mongol Islam. Jogyakarta : Bagaskara.
ü
Hitti, Fhili K 1947. History of
the Arabs, London:Macmillan Student Editions.
ü
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam, Rajawali Press, Jakarta, 2002.
[2] http://www.wikipedia.com/2013/03/27.
[4] http.//wiki.pwdia.com
[7] Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam (Yogyakarta: Pustaka
Book Publisher, 2007), hal. 289.
[8] Ibid. Badri Yatim, Hlm. 118
[9] Ibid., hlm. 119
[10] M.Farid Wajdi, dalam
Badri Yatim, hlm. 119
[11] Philip K. Hitti, History
of the Arabs, (London:Macmillan Student Editions,1947), hlm. 699-670. Dalam
Badri Yatim., hlm. 120
[12] Ibid., hlm. 701
[13] Ibid.
[15] Ibid., Badri Yatim, hlm. 115
Paringono payung marang wong kang kudanan/bumi jowo.blogspot.com
tetep jujur iling lan waspodo /zaman akhir iki wis kasunyatan ...
MATURSUWUN SAMPUN MAMPIR..........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar